Telepon, SMS, WA

Telepon, SMS, WA

Jaman Wis Kewolak-kewalik?

Pak Yan FT Xelo adalah seorang penulis aktif dan kreatif di milis BSD Society, sekaligus seorang yang sangat misterius. Tulisannya banyak digemari anggota milis, termasuk aku, tetapi jangan harap Pak Yan FT Xelo mau "menampakkan" diri. Sekarang beliau lebih senang menggunakan nama pena Yan Jastis.

Tulisan di bawah ini adalah salah satu tulisan beliau yang menanggapi artikel tentang bekatul yang aku kirim ke forum BSD Society. Mau dibuang sayang. Mau disimpan terus mubazir. Sudah minta ijin ke beliau untuk dimuat di blog ini tapi tidak dibalas.... Tetapi mudah-mudahan Pak Yan tidak keberatan, karena aku benar-benar sangat menghargai tulisan dan wawasan beliau. Selanjutnya, silakan simak sendiri tulisan Pak Yan di bawah ini, seperti apa adanya, tanpa ditambah atau dikurangi. Salam pembuka dan penutupnya sudah merupakan ciri khas atau trademark dari Pak Yan FT Xelo.

Hai, apa kabar? Sudah makan?

Bener. Bekatul memang bernasib sangat malang dan inferior, cuma layak jadi pakan ternak. Tidak hanya ayam dan bebek, tapi juga ternak sedang dan besar. Tidak hanya bekatulnya saja, tapi juga dedek-nya sekalian.

Makanya, jaman dulu ayam kampung yang dikasih makan bekatul itu lebih sehat-sehat walafiat. Ndak gampang kena flu. Beda ama sekarang, dikasih makannya pelet seragam untuk masyarakat ayam secara masal pula. Sekali kena kontaminasi virus, langsung kena sakit semua: kompak-kampik seluruh masyarakat awam, eh, ayam di peternakan. Lha, pelet itu katanya sih pan untuk supaya si ayam lebih cepat gemuk, supaya cepet laik jual dengan cepat dan menghasilkan.... cwan, jeh!

Asosiasi orang, bekatul is identical to chicken feed. Ini sudah berlaku turun-temurun bergenerasi. Jadi memang sulit dirubah. Padahal itu pakan is good for human, too. Orang makin kaya, katanya makin pengen makan nasi yang putih, kinclong, mulus. Jadi beras dipoles habis lapisan kulit ari-nya. Bekatulnya dibuang percuma, sekarang dikomersilkan sebagai 'obat' sehat, bisa berharga mahal karena mata rantai perdagangannya terpaksa jadi manjang.

Kebalikannya, dulu limbah pemrosesan singkong yang biasa disebut onggok, cuma laik sebagai pakan ternak, sekarang naik ke meja makan dan masuk ke dalam mangkuk bakso: saus tomat dan sambal memakai subalan onggok karena teksturnya yang mirip-mirip bahan aslinya.

Begitu juga dengan pakan sapi dan bahan spiritus: tetes tebu. Karena sifatnya yang sama dengan gula merah, maka sekarang kecap juga dibuat dari tetes tebu. Waste dari proses pembuatan gula dari tebu.

Thanks to para pakar teknologi pangan: menemukan teknologi yang melulu menekankan sisi ekonomis dan praktisnya semata. Dampak kesehatan bagi tubuh manusia dalam jangka panjang, kadang terpaksa dikalahkan dulu. Sebaik-baiknya waste, tentu saja lebih baik bahan baku sebenarnya.

Jaman memang sudah terbalik-balik tak puguh (menentu), yang baik bagi manusia, justru diberikan kepada ternak. Yang mestinya buat ternak, sekarang dijadikan pakan orang. Orang bersaing dengan ternak, tentu saja ternak yang kalah. Tidak diselidiki dulu, mengapa ternak bisa hidup dengan waste, mungkin saja sistem pencernaan mereka beda toh?

Yang senang tentu saja ternak di Amrik sono.

Kabarnya, sekitar 60-70% produk kedele di sana, dijadikan pakan ternak: sapi dan domba. Lha, mereka memang semulajadi menanam kedele untuk pakan ternak sih. Manusia cuma kebagian 30-40% dan dari sisa itu, hampir semuanya dibeli oleh orang Asia, termasuk Indonesia untuk dijadikan bubur - tahu, dan dibusukkan (fermentasi) - tempe.

Kabarnya sekarang masyarakat Amrik mulai menggemari pakan yang dibuat dari kedele, selain soy bean cake aka tofu dan tempeh (pakai H, entah mengapa mereka mesti spell begitu) juga soy bean milk (susu sari dele). Itu pun, katanya konsumen-nya banyakan orang Asia yang mukim di sono. Penduduk asli sih sama sikapnya: ogah makan pakan ternak, jeh!

Tapi, ndak apa sih sebenernya.

Ayam dan sapi yang dikasih pakan orang itu, jadi sehat. Lantas mereka pada gilirannya pan ya jadi pakan orang. Ihwal bekatul yang secara alami ada menempel di beras, mungkin ada baiknya anda biasakan makan beras yang 'soklat' - brown rice. Harganya, mestinya lebih murah dari yang dipoles kinclong. Walau mungkin penampakan jadi agak inferior.

Brown rice adalah beras yang tidak atau sedikit dipoles saja. Itu kandungan bekatulnya masih banyak. Hanya saja, katanya sih beras dengan banyak lapisan bekatul tidak tahan lama. Begitu juga dengan bekatulnya. Kalau sampai ada campur tangan teknologi tangan orang untuk bikin bekatul lebih tahan lama, lalu bagaimana khasiatnya ya?

Wis ah, ngomongin makanan terus, jadi kempong maning (laper lagi), jeh!

Salam makan enak dan sehat,
Yan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saya sangat menghargai kesediaan Anda untuk memberikan komentar, masukan, kesaksian, saran serta kritik yang membangun.

KATA PENCARIAN:

bekatul, bekatul dr liem, bekatul beras putih, bekatul beras merah, bekatul organik, crp, rice bran, red bran, sereal bekatul, bubur bekatul, kapsul bekatul