Sejak mesin penggiling menggantikan alu dan lesung penumbuk padi, bekatul identik sebagai bahan pakan ternak, bukan bahan pangan kita. Padahal di dalamnya terdapat banyak zat gizi penting, mulai dari serat, protein, lemak "baik", hingga vitamin.
Pengalaman para pemakai maupun penelitian ilmiah telah membuktikan manfaatnya.
"Saya sudah 28 tahun menggunakan dan meresepkan bekatul," kata Letkol (Purn.) dr. Yusuf Nursalim (79), dokter pensiunan TNI AD yang masih buka praktik di Bandung. Karena keahliannya di bidang bekatul, sebagian orang mengenalnya sebagai "dokter bekatul".
Awal tahun 1960-an, pria yang lebih dikenal sebagai dr. Liem ini banyak membaca literatur tentang manfaat Vitamin B15 (asam pangamat) buat kesehatan. Vitamin ini ditemukan oleh Dr. Ernst T. Krebs, ahli Biokimia dari San Francisco, Amerika Serikat. Krebs kali pertama mengisolasi vitamin itu dari biji aprikot. Tapi yang digunakan untuk penelitian bukan vitamin alami dari tumbuhan, tapi sintetis (buatan).
Yang membuat Liem tertarik, Krebs menyebut vitamin ini banyak terdapat di rice bran alias kulit ari beras atawa bekatul. "Di sini bekatul ’kan melimpah," ujarnya. Berbekal pengetahuan itu, Liem yang waktu itu telah berdinas sebagai tentara mencoba melakukan percobaan semi-ilmiah. Mula-mula ia menjadikan dirinya sebagai "kelinci percobaan".
Selama sebulan, ia mengonsumsi bekatul sebagai makanan, seperti ayam. Bekatul ia makan mentah, dicampur dengan susu atau teh. Pagi 20 g, malam 20 g. Dari percobaan itu, ia merasakan perubahan yang berarti. Badannya lebih fit dan tak gampang lelah jika melakukan latihan fisik ketentaraan. Buang air besar pun menjadi lebih lancar. Frekuensianya juga lebih teratur, 1 - 2 kali sehari. Sebelumnya, ia biasa buang air besar dua hari sekali.
Dengan maksud agar lebih objektif, ia lalu mencobakan bekatul pada 200 siswa Sekolah Calon Perwira TNI AD. Masing-masing siswa mendapat jatah 30 g bekatul sehari. Bekatul dikonsumsi dengan cara dicampur dengan air dan gula kelapa. Selama 2,5 bulan kesehatan mereka terus dipantau.
Hasilnya tak beda jauh dengan apa yang dirasakan oleh Liem. Badan mereka lebih fit, "acara ke belakang" lebih lancar. Tekanan darah dan kadar kolesterol pun cenderung ke arah ideal. Yang unik, setelah percobaan singkat ini, para siswa minta pemberian bekatul terus dilanjutkan. Akhirnya, pemberian makanan tambahan ini pun diperpanjang delapan bulan lagi.
Aneka khasiat
Hasil penelitian itu membuat Liem semakin yakin dengan khasiat bekatul. Sejak itu ia tak ragu lagi meresepkan buat pasiennya. Dalam meresepkan bekatul, ia memperlakukannya sebagai makanan fungsional. Bekatul dikonsumsi setiap hari seperti beras. Bukan sebagai "obat" yang dihentikan ketika keluhan penyakitnya sudah hilang. Dalam meresepkannya, Liem punya satu prinsip: apa pun jenis penyakitnya, obat dari dokter tetap harus diminum.
Selama lebih dari seperempat abad menjadi dokter, ia mengaku telah tak terhitung berapa kali meresepkan bekatul untuk aneka jenis penyakit. Ia pernah tiga kali menangani pasien penderita basedov (pembesaran kelenjar gondok akibat hiperfungsi tiroid).
Kasus pertama terjadi pada seorang ibu yang menderita penyakit itu selama lima tahun. Dari dokter sebelumnya, si ibu mendapat dua obat, propil tiourasil (PTU) dan neomercasol. Selama dua bulan minum obat itu, tumor kelenjar gondoknya tak juga mengecil. Lalu dokter menyuruhnya menjalani operasi, tapi si ibu tidak bersedia karena takut.
Oleh Liem, si ibu tetap disuruh minum kedua obat tersebut sambil mengonsumsi bekatul setiap hari. Waktu itu Liem tidak menyangka tumor bakal hilang. Ia tetap meminta si ibu bersiap-siap menjalani operasi. Di luar dugaan, setelah makan bekatul selama tiga bulan, tumornya mengecil lalu perlahan-lahan hilang.
Liem juga beberapa kali menangani pasien penderita penyakit jantung dengan bekatul. Salah satunya adalah suster perawatnya sendiri yang mempunyai kelainan elektrokardiogram (EKG). Karena bukan spesialis jantung, Liem merujuknya ke kardiologis. Pada saat bersamaan, ia juga menyuruh suster perawat itu makan bekatul. Delapan bulan kemudian, EKG-nya normal. Perubahan EKG ini pun di luar dugaan si ahli kardiologi maupun Liem sendiri.
Dokter gaek ini juga pernah menangani kasus diabetes tipe-2 (tidak tergantung insulin) dengan bekatul. Salah satu kasus dialami oleh seorang insinyur yang, karena komplikasi diabetesnya, telah mengalami impotensi. Buat Pak Insinyur, Liem meresepkan tiga hal: program diet, glibenklamida satu tablet sehari, dan bekatul tiga kali sehari, masing-masing satu sendok makan munjung, penuh.
Setelah beberapa bulan, kadar gula darah yang mulanya 400 mg/dl berangsur-angsur normal. Gangguan impotensinya pun teratasi. Ia bisa "bergiat" lagi dengan istrinya. Bahkan obat glibenkamida pun mulai bisa ditinggalkan. Terapi yang dijalani tinggal program diet dan makan bekatul tiga kali sehari, masing-masing dua sendok makan.
Liem juga mengaku pernah mencobakan bekatul pada penderita diabetes tipe-1 (yang tergantung insulin). Hasilnya, setelah beberapa bulan, besarnya unit insulin yang disuntikkan bisa dikurangi hingga separuhnya. Yang mulanya 40 unit menjadi 20 unit.
Banyaknya pasien yang membaik setelah mengonsumsi bekatul membuat Liem semakin percaya dengan khasiatnya. Ia pun tak ragu meresepkan bekatul pada penderita asma. Sebagaimana prinsipnya, ia tetap menganjurkan pasien menggunakan obat-obat medis seperti aminofilin, steroid, adrenalin injeksi, dan obat hisap (inhaler) jika dibutuhkan. Setelah beberapa bulan makan bekatul, frekuensi asma pasiennya sedikit demi sedikit menurun. Karena mengira asmanya sembuh, pasien kemudian menghentikan konsumsi bekatul. Begitu bekatul disetop, asmanya kambuh lagi. Sejak itu, ia makan bekatul lagi secara teratur.
Selain kasus-kasus di atas, Liem juga pernah meresepkan bekatul untuk kasus hipertensi, koleseterol tinggi, jantung koroner, hingga kegemukan.
Membantu metabolisme
Secara jujur, Liem mengaku belum tahu bagaimana mekanisme detail bekatul menyembuhkan penyakit-penyakit itu. Percobaan sederhana yang ia lakukan juga tak sampai bisa menentukan kandungan bekatul mana yang punya khasiat. "Secara ilmiah saya masih belum bisa menjelaskan mekanismenya," akunya. Namun, Liem menduga dan yakin, yang bertanggung jawab terhadap semua efek farmakologis itu terutama adalah kandungan vitamin B15.
Secara umum, vitamin B15 membantu menyempurnakan proses metabolisme di dalam tubuh. Vitamin ini diperlukan dalam proses metilasi untuk pembentukan berbagai hormon, misalnya hormon steroid dan adrenalin. Mekanisme inilah yang diduga bisa menjelaskan efek bekatul terhadap gangguan-gangguan kesehatan tadi.
Apa pun dan bagaimana pun mekanismenya, yang jelas bekatul mengandung banyak zat gizi penting buat tubuh. Selain vitamin B15, kulit ari beras juga mengandung vitamin B1, B2, B6, inositol, fitat, asam ferulat, gama orizanol, fitosterol, tokotrienol, asam amino, asam lemak tak jenuh, dan serat. Dr. Muchsin Doewes, dari Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Solo, pernah meneliti pengaruh bekatul terhadap gangguan perlemakan hati.
Hasilnya, bekatul terbukti bisa mencegah timbulnya masalah liver ini. Penelitian itu juga membuktikan bahwa efek bekatul lebih baik dibandingkan dengan vitamin B15 tunggal. Ini diyakini karena bekatul, selain mengandung asam pangamat, juga mengandung banyak zat gizi lain.
Journal of Urology pernah memuat penelitian efek bekatul terhadap gangguan hiperkalsiuria (pembentukan endapan asam urat di saluran kemih). Hasilnya lagi-lagi membuktikan keampuhan bekatul. Setelah para pasien yang diteliti itu rutin mengonsumsi bekatul selama 1 - 3 tahun, dengan dosis dua kali sehari, masing-masing 10 g, gangguan pembentukan asam urat secara signifikan turun.
Dua penelitian itu hanya sebagian kecil dari berbagai penelitian yang kebanyakan mengonfirmasi khasiat bekatul. Memang tidak semua masalah kesehatan bisa diselesaikan dengan bekatul, namun Liem menjamin konsumsi bekatul tetap berguna untuk menjaga kesehatan secara umum. Ia menjamin, bekatul tak punya efek sampingan yang berarti. Yang pernah ia jumpai hanya efek sampingan ringan seperti diare dan rasa mual.
Itu pun kasusnya jarang, biasanya terjadi pada hari-hari pertama. Yang lebih penting, masalah-masalah ini bisa dihindari dengan cara membagi dan memperkecil dosis. Dosis yang dianjurkan 30 g sehari. Agar enak dan tak terasa enek, bekatul bisa diperlakukan seperti sereal. Boleh dicampur dengan susu, air gula kelapa, teh, roti, atau yang lain.
Sebetulnya, cara terbaik mengonsumsi bekatul, menurut Liem, adalah mengonsumsi beras yang masih mengandung kulit ari. Beras macam ini dikenal sebagai beras pecah kulit (PK), dan bisa didapatkan di penggilingan padi. Warna beras PK umumnya lebih cokelat dari beras biasa. Ketika dimasak, beras ini juga lebih liat. Agar bisa pulen, ia harus dimasak lebih lama dengan air lebih banyak.
Jika tak mau repot, kita bisa makan bekatul secara terpisah seperti yang dipraktikkan Liem selama ini. Agar benar-benar bermanfaat, bekatul harus dikonsumsi tiap hari dalam jangka panjang seperti ayam. Tak boleh hangat-hangat tahi ayam.
Perlu Diayak Dulu
Sebelum menjadi beras, gabah melewati 2 - 3 tahap penggilingan. Proses pertama hanya membuang sekam, menghasilkan beras pecah kulit (PK). Pada tahap ini, beras PK masih bercampur dengan sekitar 12% gabah yang sekamnya belum terkupas. Agar betul-betul bersih, beras campur gabah ini masih harus masuk mesin penggilingan 1 - 2 kali lagi. Karena bolak-balik digiling, lapisan kulit ari ikut terbuang menjadi dedak (campuran antara bekatul dan sekam halus).
Agar bekatul terpisah dari sekam, dedak harus diayak lebih dulu. Semakin halus ayakan, bekatul semakin terpisah. Sayangnya, semakin halus ayakan, hasilnya pun semakin sedikit. Setelah diayak, bekatul ini siap dikonsumsi sebagai makanan tambahan.
Karena mengandung asam lemak tak jenuh, bekatul bisa tengik selama masa penyimpanan. Supaya lebih tahan lama, bekatul bisa disangrai lebih dulu untuk membunuh mikroba. Agar lebih awet lagi, sebaiknya disimpan di lemari es. Meski begitu, bekatul tetap tidak dianjurkan untuk disimpan lama-lama.
"Bekatul memang untuk dipakai segera seperti beras, bukan untuk disimpan lama-lama," kata Liem yang juga memproduksi bekatul instan dengan merek dagang namanya sendiri. (Intisari).
Salam kenal,
BalasHapusSeperti dr. Liem bilang bahwa bekatul jangan diperlakukan sebagai "obat" yang dihentikan ketika keluhan penyakitnya sudah hilang. Tetapi bekatul dikonsumsi setiap hari sebagai tambahan makanan sehat seperti layaknya beras. Keluarga kami mengonsumsi bekatul sudah lebih dari 2 tahun.
saya ningin tau klo ingin mendapatkan bekatul dr liem d bandung alamatnya dimana y?
BalasHapusHalo, Mba Wendy. Silakan langsung pesan ke saya atau salah satu outlet yang ada. Pelanggan di Bandung order hanya untuk dikonsumsi sendiri. tks.
BalasHapusmau tanya
BalasHapuskalo cara makan bekatul selalu disedih dengan air hangat ya?
kalo yang direbus, berarti sampai dia kental?trus dimakannya tunggu hangant?
makasih
Halo, Mba Dita.
BalasHapusMungkin yang sudah sms ke saya adalah Mba Dita, dan sudah saya jawab pertanyaannya...
Jangan dimasak atau disedu dengan air mendidih. Cukup disedu dengan air panas dari termos atau dispenser (+/- 70 derajat Celsius). Boleh dicampur apa saja makannya, susu, coklat, gula, gula merah, bubur kacang hijau, dll.
Terima kasih.