Awalnya aku ditawari seorang teman untuk mencoba bekatul dr. Liem yang dijualnya, dan iseng-iseng aku membeli 10 bungkus yang katanya bagus untuk mengobati beberapa penyakit seperti kencing manis (diabetes mellitus), sakit jantung, hipertensi, hiperkolesterol, gondok, kegemukan, sembelit dan ASMA!
Menurut mama asma yang aku derita dimulai sejak aku berumur 10-11 tahun, yaitu setelah kebakaran besar di Samarinda tahun 1973, yang meludeskan rumah dan toko kami di Jalan Pelabuhan. Kami menyelamatkan diri dari kebakaran tanpa sempat membawa barang apapun, selain pakaian tidur yang melekat di badan.
Kehilangan harta benda dan tempat tinggal membuat kami benar-benar jatuh miskin. Beruntung seorang kenalan papa yang murah hati memberi kami tumpangan gratis berupa sebuah rumah kayu kecil yang berkamar dua di Jalan Dermaga Gang Beringin. Persoalan lain mulai muncul, semenjak tinggal di rumah itu aku sering sakit-sakitan. Sakit Asma. Padahal, menurut mama, sebelumnya aku tidak pernah asma. Aku ingat betul selama satu tahun sekolah, aku ijin sakit sampai ada enam bulan. Tetapi aku selalu dapat mengejar ketertinggalanku dalam pelajaran, dan naik kelas.
Menurut orang pintar, seorang teman papa yang sering berkunjung ke rumah kami, rumah yang kami tempati itu katanya berenergi "buruk" karena ada "sesuatu" tersembunyi di atap rumah itu, dan beliau menasihati kami untuk segera pindah dari rumah tersebut. Tapi menurut aku sih mungkin karena rumah itu dibangun di atas tanah rawa sehingga memberi pengaruh buruk bagi kesehatan penghuninya. Karena, selain aku, adikku pun sering sakit walau tidak separah aku.
Entah sudah berapa banyak dokter yang merawat aku sedari kecil, dokter umum sampai dokter spesialis paru; dan entah berapa banyak pengobatan alternatif yang sudah pernah aku coba, tradisional sampai akupuntur; dan entah sudah berapa ratus jenis obat asma yang pernah aku konsumsi, obat resep dokter, ramuan, suntikan dan inhaler. Opname di rumah sakit pun sudah pernah aku alami. Intinya kata dokter asma tidak dapat sembuh total! Jadi sampai tua pun aku tetap harus mengonsumsi obat-obatan dan inhaler.
Hal ini membuat aku takut dan berpikir, mengonsumsi obat-obatan terus sampai tua sepertinya bukan sebuah solusi yang baik. Sementara tubuh makin lemah dan renta, tubuh terus dipaksa untuk "mencerna" obat-obatan yang keras yang notabene-nya terbuat dari bahan-bahan kimiawi. Belum lagi faktor biaya pengobatan yang makin hari makin mahal.
Sejak satu setengah tahun yang lalu ketika aku pertama kali mengonsumsi bekatul dr. Liem, aku merasakan suatu perubahan dalam tubuhku. Tubuh terasa lebih fit. Dan... asmaku hampir tidak pernah kambuh! Dua-tiga kali memang mau kambuh, tetapi serangannya sangat ringan dan tak lama kemudian menghilang sendiri, atau menghilang tak lama setelah aku meminum bekatul lagi. Sekarang aku tidak lagi mengonsumsi obat asma apapun atau memakai inhaler! Bagiku ini benar-benar sebuah anugerah.
Sekarang bukan hanya terus mengonsumsi bekatul, aku coba mengenalkan bekatul kepada teman-teman, keluarga dan banyak orang. Bekatul benar-benar merupakan anugerah Tuhan yang seharusnya melekat bersama nasi yang kita makan setiap hari. Tetapi kita condong memilih beras yang putih, bersih dan nampaknya enak untuk dimakan, dan kemudian dicuci bersih-bersih ketika hendak dimasak. Tetapi, tanpa kita sadari kita telah kehilangan sesuatu yang sangat beharga, yaitu BEKATUL yang sesungguhnya mempunyai nilai gizi dan kandungan vitamin, mineral dan serat yang sangat tinggi.
Semoga sharing ini bermanfaat. Salam sehat selalu.
Menurut mama asma yang aku derita dimulai sejak aku berumur 10-11 tahun, yaitu setelah kebakaran besar di Samarinda tahun 1973, yang meludeskan rumah dan toko kami di Jalan Pelabuhan. Kami menyelamatkan diri dari kebakaran tanpa sempat membawa barang apapun, selain pakaian tidur yang melekat di badan.
Kehilangan harta benda dan tempat tinggal membuat kami benar-benar jatuh miskin. Beruntung seorang kenalan papa yang murah hati memberi kami tumpangan gratis berupa sebuah rumah kayu kecil yang berkamar dua di Jalan Dermaga Gang Beringin. Persoalan lain mulai muncul, semenjak tinggal di rumah itu aku sering sakit-sakitan. Sakit Asma. Padahal, menurut mama, sebelumnya aku tidak pernah asma. Aku ingat betul selama satu tahun sekolah, aku ijin sakit sampai ada enam bulan. Tetapi aku selalu dapat mengejar ketertinggalanku dalam pelajaran, dan naik kelas.
Menurut orang pintar, seorang teman papa yang sering berkunjung ke rumah kami, rumah yang kami tempati itu katanya berenergi "buruk" karena ada "sesuatu" tersembunyi di atap rumah itu, dan beliau menasihati kami untuk segera pindah dari rumah tersebut. Tapi menurut aku sih mungkin karena rumah itu dibangun di atas tanah rawa sehingga memberi pengaruh buruk bagi kesehatan penghuninya. Karena, selain aku, adikku pun sering sakit walau tidak separah aku.
Entah sudah berapa banyak dokter yang merawat aku sedari kecil, dokter umum sampai dokter spesialis paru; dan entah berapa banyak pengobatan alternatif yang sudah pernah aku coba, tradisional sampai akupuntur; dan entah sudah berapa ratus jenis obat asma yang pernah aku konsumsi, obat resep dokter, ramuan, suntikan dan inhaler. Opname di rumah sakit pun sudah pernah aku alami. Intinya kata dokter asma tidak dapat sembuh total! Jadi sampai tua pun aku tetap harus mengonsumsi obat-obatan dan inhaler.
Hal ini membuat aku takut dan berpikir, mengonsumsi obat-obatan terus sampai tua sepertinya bukan sebuah solusi yang baik. Sementara tubuh makin lemah dan renta, tubuh terus dipaksa untuk "mencerna" obat-obatan yang keras yang notabene-nya terbuat dari bahan-bahan kimiawi. Belum lagi faktor biaya pengobatan yang makin hari makin mahal.
Sejak satu setengah tahun yang lalu ketika aku pertama kali mengonsumsi bekatul dr. Liem, aku merasakan suatu perubahan dalam tubuhku. Tubuh terasa lebih fit. Dan... asmaku hampir tidak pernah kambuh! Dua-tiga kali memang mau kambuh, tetapi serangannya sangat ringan dan tak lama kemudian menghilang sendiri, atau menghilang tak lama setelah aku meminum bekatul lagi. Sekarang aku tidak lagi mengonsumsi obat asma apapun atau memakai inhaler! Bagiku ini benar-benar sebuah anugerah.
Sekarang bukan hanya terus mengonsumsi bekatul, aku coba mengenalkan bekatul kepada teman-teman, keluarga dan banyak orang. Bekatul benar-benar merupakan anugerah Tuhan yang seharusnya melekat bersama nasi yang kita makan setiap hari. Tetapi kita condong memilih beras yang putih, bersih dan nampaknya enak untuk dimakan, dan kemudian dicuci bersih-bersih ketika hendak dimasak. Tetapi, tanpa kita sadari kita telah kehilangan sesuatu yang sangat beharga, yaitu BEKATUL yang sesungguhnya mempunyai nilai gizi dan kandungan vitamin, mineral dan serat yang sangat tinggi.
Semoga sharing ini bermanfaat. Salam sehat selalu.
Bekatul memang sangat baik untuk asma dan menurunkan kolesterol tinggi. Salam.
BalasHapus